Sorottajam.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan peluang terjadinya fenomena La Nina di Indonesia mencapai 50 hingga 70 persen pada periode Oktober 2025 hingga Januari 2026.

Meski begitu, fenomena ini diprediksi hanya berskala lemah sehingga dampaknya terhadap pola cuaca nasional tidak terlalu besar.

Koordinator Pusat Layanan Iklim BMKG, Supari, menjelaskan bahwa pendinginan suhu muka laut di wilayah Pasifik tengah hingga timur yang menjadi pemicu La Nina kali ini tidak begitu signifikan.

“Indikasi La Nina memang ada, tetapi kekuatannya diperkirakan lemah sehingga efeknya terhadap kondisi iklim di Indonesia relatif terbatas,” ujar Supari di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Ia menambahkan, perubahan atmosfer seperti penguatan angin pasat dan meningkatnya pembentukan awan di kawasan barat Pasifik masih mungkin terjadi. Namun, intensitasnya tidak cukup kuat untuk menimbulkan peningkatan curah hujan ekstrem di sebagian besar wilayah Indonesia.

“Kalaupun ada peningkatan hujan, sifatnya lokal dan tidak merata di seluruh wilayah,” jelasnya.

BMKG juga mencatat bahwa suhu muka laut di perairan Indonesia saat ini terpantau lebih hangat dari normal, yang dapat memicu peningkatan pembentukan awan dan hujan meski La Nina bersifat lemah.

“Suhu laut yang hangat bisa meningkatkan curah hujan hingga 150 persen dari kondisi normal, terutama di Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tengah dan selatan, serta Sulawesi,” kata Supari.

Ia mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan genangan air, terutama di daerah dengan topografi curam atau sistem drainase yang buruk.

“Meskipun La Nina diprediksi lemah, suhu laut yang hangat di sekitar Indonesia dapat memperkuat potensi hujan lebat di sejumlah wilayah,” pungkasnya.