Sorottajam.com - Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) serta afiliasinya.
Kedua tersangka adalah MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan EC, VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup dalam ekspose perkara. MK ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-19/F.2/Fd.2/02/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-19/F.2/Fd.2/02/2025, sementara EC ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-20/F.2/Fd.2/02/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-20/F.2/Fd.2/02/2025.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, Tim Penyidik memutuskan untuk menahan keduanya selama 20 hari ke depan. MK akan ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN-19/F.2/Fd.2/02/2025, sedangkan EC ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN-20/F.2/Fd.2/02/2025.
Penyidik menemukan bahwa MK dan EC, dengan persetujuan tersangka RS, melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 atau lebih rendah dengan harga setara RON 92. Akibatnya, pembayaran impor BBM dilakukan dengan harga lebih tinggi dari kualitas barang yang sebenarnya. Selain itu, mereka juga melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki oleh tersangka MKAR dan GRJ. Praktik ini tidak sesuai dengan prosedur pengadaan PT Pertamina Patra Niaga.
Tersangka MK dan EC juga diketahui menggunakan metode spot atau penunjukan langsung dalam impor produk kilang, padahal seharusnya dapat dilakukan melalui metode term atau pemilihan langsung yang lebih menguntungkan. Akibatnya, Pertamina Patra Niaga harus membayar harga impor yang lebih tinggi kepada mitra usaha atau DMUT.
Selain itu, mereka juga menyetujui adanya mark-up dalam kontrak pengiriman yang dilakukan oleh YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping. Hal ini menyebabkan perusahaan harus membayar fee ilegal sebesar 13% hingga 15%, yang kemudian diberikan kepada MKAR dan DW sebagai pihak yang diuntungkan dari transaksi tersebut.
Dari berbagai perbuatan melawan hukum ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp193,7 triliun, yang terdiri dari:
Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-15/MBU/2012 tentang perubahan atas peraturan pengadaan barang dan jasa di BUMN, serta TKO Nomor B03-006/PNC400000/2022-S9 yang mengatur perencanaan impor produk BBM.
Atas perbuatan tersebut, MK dan EC disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini terus dikembangkan oleh penyidik, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam skandal tata kelola minyak mentah yang telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. (Ihy)