Sorottajam.com - Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 di Kota Tangerang Selatan menuai sorotan tajam di hari pertama pelaksanaannya.
Sorotan datang terutama dari Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Tangsel, yang menilai proses penerimaan siswa belum mengakomodasi seluruh anak, khususnya dari kelompok rentan dan lulusan madrasah.
Wakil Ketua ISNU Tangsel, Miftahul Khoir, menilai kebijakan Pemkot Tangsel belum mampu memberikan jaminan pendidikan yang adil dan merata.
“SPMB tahun ini belum menjawab tantangan utama dalam layanan pendidikan, terutama bagi anak-anak dari latar belakang rentan dan lulusan madrasah. Ini berpotensi meningkatkan angka putus sekolah,” kata Miftah.
Masalah utama terletak pada keterbatasan daya tampung sekolah negeri. Dari sekitar 25.000 lulusan SD dan MI tahun ini, hanya sekitar 7.500 anak yang bisa tertampung di SMP Negeri yang tersedia, angka yang setara dengan 30 persen dari total lulusan. Sementara itu, Pemkot Tangsel menggandeng 91 sekolah swasta untuk menambah dua kelas sebagai upaya menambal kekurangan, tetapi kapasitas tambahan tersebut hanya menyerap sebagian kecil, sekitar 17 persen dari kekosongan daya tampung.
ISNU menyayangkan bahwa madrasah swasta tidak dilibatkan dalam skema penambahan ini, padahal keberadaan mereka bisa menjadi solusi signifikan dalam mengurangi tekanan pada sistem pendidikan.
“Madrasah seolah dikesampingkan, padahal mereka bagian penting dari sistem pendidikan nasional. Praktik ini sangat disayangkan,” ujar Miftah.
ISNU juga mengingatkan bahwa berdasarkan data Kemendikdasmen 2025, jumlah anak putus sekolah di Tangsel telah menyentuh angka 10.273 anak. Tanpa langkah konkret dan kebijakan inklusif, angka tersebut dikhawatirkan akan terus meningkat.
Sebagai respon, ISNU Tangsel menyampaikan lima tuntutan kepada Pemkot Tangsel:
“Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Pemkot harus bertindak tegas agar tidak ada anak Tangsel yang tertinggal dari bangku sekolah,” tutup Miftah. (Ihy)